Kalau lo kira Pahlawan
Nasional nggak bisa galau, lo salah men. Mereka manusia normal, bisa galau juga.
Seperti Ibu kita Kartini. Jadi, kebetulan gue baru aja baca sejarah beliau.
Waktu itu tahun 1892. Mungkin
itu jaman dimana neneknya nenek gue masih kecil dan jepret-jepretan karet
adalah permainan paling keren. Tapi itu nggak penting. Karena yang terpenting
adalah, pada masa itu Ibu Kartini baru saja lulus Europeesche Lagere School. Lo tahu itu apa? Itu adalah
sekolah dasar untuk orang Eropa yang kebetulan juga berdiri di Indonesia. Nah,
galaunya Kartini muda ini karena di usianya yang belum genap 13 tahun, dia sudah
diperintahkan ayahnya untuk menjalani pingitan.
Ini masalah besar banget, ya.
Ini membuat gue bertanya-tanya, kenapa di situ tertulis usianya belum genap 13
tahun? Sejak kapan angka 13 itu genap, bro???
Enggak enggak. Serius ini masalah.
Pingitan, adalah salah satu tradisi
Jawa dimana calon pengantin dilarang bertemu dalam waktu 1-2 bulan. Jadi ya
cuma diam di rumah saja, nggak boleh keluar apalagi jalan-jalan sambil bawa
hape buat selfie segala. Nggak boleh
itu. Nggak boleh bertemu orang lain juga selain keluarga. Pokoknya cuma mempersiapkan
diri sebelum menikah.
Gue nggak sedang mengatakan
bahwa pingitan itu salah, ya. Ada
sisi positif yang bisa kita ambil dari tradisi pingitan ini. Tapi masalahnya, Ibu Kartini waktu itu masih muda
banget men, 13 tahun! Apalagi beliau ingin sekali melanjutkan sekolah ke Hogere Burger School (HBS) Semarang. Itu
bukan nama restoran cepat saji ya, tapi anggaplah itu SMP. Namun sayang,
ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosriningrat tidak mengijinkan.
Kepada Estelle Zeehandelaar,
atau yang lebih akrab disapa Stella--pengharum ruangan, eh--seorang aktivis
feminis dari Belanda yang menjadi sahabat pena pertamanya, Kartini menceritakan
betapa putus asa dia menjalani pingitan yang mengerikan. Beberapa kali juga dia
membenturkan tubuh ke dinding batu tebal di sekeliling rumah dan gerbang yang
selalu terkunci.
Jaman segitu sist, lo tahu, susah banget loh nemuin cewek jomblo. Eeitt, jangan seneng dulu. Jadi, cewek
baru lulus SD aja sudah disuruh nikah. Jadi beruntunglah kalau lo sekarang
jomblo. Kalau sekarang lo lulusan SMA atau kuliah tapi jomblo, bersyukurlah, itu
artinya lo memiliki kebebasan untuk memilih laki-laki yang lo cintai. Coba bayangkan
kalau lo hidup di masa lalu. Lo dipaksa menikah secepatnya oleh orang tua lo
dengan orang yang belum lo kenal, yang istrinya udah tiga atau empat sehingga
lo jadi nomor sekian. Lo nggak boleh sekolah tinggi-tinggi, yang bisa namatin
SD aja itu udah dianggap hebat.
Jadi bayangkan kalau nggak
ada tokoh emansipasi wanita seperti Ibu Kartini, yang berarti nggak ada gerakan
perubahan, lo nggak bakal bisa menikmati kejombloan lo yang saat ini sist.
Jomblo itu lebih nikmat
daripada menikah dengan orang yang nggak lo cintai. Betul? Oh, gue tahu. Lo
pengennya cepat punya pacar atau menikah dengan orang yang lo mau kan? Bisa sih...
bisa...Tapi sayangnya, ini dunia milik bersama bukan milik nenek lo, jadi nggak
setiap keinginan lo bisa terkabulkan. Hahha.
Then,
kalau kemudian lo bertanya apakah setelah menikah Kartini nggak galau lagi? Emm,
gue nggak tahu pasti, ya. Cuma begini, seandainya Ibu Kartini sekarang masih
hidup, beliau galaunya tambah parah. Masalahnya, emansipasi malah sering
disalahgunakan. Kebebasan bagi wanita untuk menempuh pendidikan tinggi malah
disalah arti. Bukannya belajar tapi malah...
Ya... banyak lah hal-hal
yang seharusnya nggak lo lakukan malah lo lakukan.
Misalnya satu berita fatal
yang bikin mata gue gatal karena mahasiswa-mahasiswa bengal tingkat krusial. Di
Pamekasan, Jawa Timur, malam Minggu lalu (16/04/16) warga setempat menangkap
pasang muda-mudi yang berbuat mesum di masjid. Mereka berstatus mahasiswa di
salah satu perguruan tinggi swasta di Pamekasan.
Ebusettt!!!
Setan model apa coba yang
berani bisikkin mereka supaya ngelakuin begituan di tempat ibadah? Atau mungkin
nggak ada setan sih, karena mereka sendiri sudah terlalu setan untuk kesetanan.
Dan, mahasiswa loh... seharusnya berpendidikan. Tuh, kan? Diberi kebebasan
belajar lebih lama malah belajar yang enggak-enggak!
Oke, sudahlah. Kita harus keep positif thinking. Anggap saja rencananya
habis begituan mereka mau langsung tobat bareng-bareng. Iya. Anggap saja
begitu. Sudah, jangan berpikir negatif sama anak setan. Sudah, kayak nggak
berperikesetanan saja.
So,
kesimpulannya... syukuri dan hargailah perjuangan para pahlawan yang sudah
membawa perubahan terbaik untuk negeri kita ini. Jangan sampai mereka galau di
alam sana karena ngeliat kelakuan lo yang macam kadal itu.
Pesen gue, jadilah Kartono
Kartini masa kini yang baik-baik. Dan cari semak belukar kalau mau berbuat mesum.
Kalau perlu yang dekat hutan. Gue doain semoga kalian lebih hangat berdua dalam
perut macan.
Gue Ken Patih, selamat
malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar